Pantai Ngliyep |
Berwisata ke pantai di tengah musim
kemarau memang sebuah pilihan yang tepat. Angin yang berhembus kencang
disertai kaki yang basah karena bermain-main di tepi pantai benar-benar
sangat menyenangkan. Salah satu alternatif untuk mengisi waktu senggang
adalah Pantai Ngliyep. Memang pantai ini masih memerlukan banyak sekali
pengembangan, seperti misalnya tempat parkir yang belum ditata (mobil
parkir sesukanya), pengelolaan sampah yang banyak berceceran di tepi
pantai, warung-warung makanan yang sebenarnya bisa dibuat lebih menarik
dan tidak tampak kumuh, juga fasilitas-fasilitas lain seperti toilet,
toko souvenir dan penginapan yang meskipun sudah ada namun
masih perlu penyempurnaan agar pengunjung merasa nyaman. Sebenarnya
Pantai Ngliyep dengan pesona ombaknya yang memukau, dapat menjadi
tempat wisata yang layak dan menawan bagi wisatawan. Perbaikan jalan
yang rusak di beberapa bagian, pengembangan tempat penginapan, sarana
bermain anak-anak, bumi perkemahan, dan adanya mitos “Nyai Roro Kidul” dapat menjadikan pantai ini sebagai alternatif bagi wisatawan.
Tiket masuk Pantai Ngliyep yaitu Rp
5000,- per-orang, ditambah biaya parkir Rp 5000,- per-mobil. Hamparan
tanah lapang yang cukup luas dengan pohon-pohon besar dan rindang akan
menyambut pengunjung begitu memasuki area pantai. Pengunjung dapat
memarkir mobil di mana saja di tanah lapang ini karena lokasi untuk
parkir belum ditata.
Debur ombak pantai dan bunyi gemuruh langsung bisa dinikmati begitu
menginjakkan kaki di lokasi parkir. Hamparan pantai yang disebut “Pasir
Panjang” dengan pesona debur ombaknya yang dikenal sangat ganas akan
menyita perhatian sebelum berkunjung ke tempat-tempat lain seperti
Gunung Kombang, Bukit Cinta Kasih, atau lokasi-lokasi lain untuk
bermain-main atau menikmati gerak ombak yang menggapai-gapai pantai
tanpa henti. Bagi pengunjung yang mempunyai hobby fotografi, pantai ini juga layak dijadikan obyek karena begitu banyak sudut-sudut yang teramat sayang jika tidak diabadikan.
Warung-warung makanan, Es Degan dan Souvenir, berjajar di tepi lahan parkir dan juga di bibir pantai. Selain itu juga terlihat beberapa pedagang kaki lima yang menjual makanan seperti bakso dan cilok, yang berjualan dengan menggunakan sepeda motor. Besar kemungkinan pedagang kaki lima tersebut adalah penduduk di sekitar area pantai. Bagi pengunjung yang ingin bermalam di pantai ini untuk mengejar sunrise yang konon sangat indah, dapat menyewa kamar di Penginapan Larasati yang lokasinya berdekatan dengan toilet, balai, pos keamanan dan Musholla.
Warung-warung makanan, Es Degan dan Souvenir, berjajar di tepi lahan parkir dan juga di bibir pantai. Selain itu juga terlihat beberapa pedagang kaki lima yang menjual makanan seperti bakso dan cilok, yang berjualan dengan menggunakan sepeda motor. Besar kemungkinan pedagang kaki lima tersebut adalah penduduk di sekitar area pantai. Bagi pengunjung yang ingin bermalam di pantai ini untuk mengejar sunrise yang konon sangat indah, dapat menyewa kamar di Penginapan Larasati yang lokasinya berdekatan dengan toilet, balai, pos keamanan dan Musholla.
Lokasi Pantai Ngliyep tepatnya ada di
Desa Kedungsalam, Kecamatan Donomulyo, sekitar 62 km arah selatan
Kota Malang. Luas area pantai ini kurang lebih 10 Ha terdiri atas hutan
lindung, areal wisata pantai, penginapan, dan lahan parkir. Pantai
Ngliyep sebenarnya adalah sebuah perpaduan antara tebing curam dengan
hutan lindung yang lebat dan hamparan pasir putih (biasa disebut Pasir Panjang)
di sela-selanya, serta debur ombak yang begitu ganas menghantam
tebing-tebing di tepian pantai. Karena ganasnya ombak tersebut, untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, pihak pengelola telah memberi
papan-papan peringatan bagi pengunjung agar terhindar dari hal-hal yang
tidak diinginkan.
Aktivitas lain yang bisa dilakukan di pantai ini yaitu bermain dengan pasir putih, mencari kerang, atau menanti sunset
di Gunung Kombang. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, Gunung
Kombang adalah tempat ritual mistis untuk bertemu dengan Nyai Roro Kidul
atau Ratu Pantai Laut Selatan. Dengan melakukan ritual di tempat ini,
banyak yang berkeyakinan bahwa harapan akan terkabul.
Satu lagi tempat yang menarik adalah sebuah bukit yang disebut dengan Bukit Cinta Kasih. Di bukit ini diyakini apabila ada pasangan muda-mudi yang bermain-main di sini maka mereka kelak akan menjadi pasangan.
Setiap bulan Maulud pada penanggalan Jawa, tepatnya pada tanggal 14 Maulud, secara rutin di Pantai Ngliyep diadakan upacara tradisional Jawa, yaitu Labuhan. Labuhan adalah melarung sesaji di laut sebagai ungkapan syukur dan memanjatkan doa-doa mohon kesejahteraan agar dijauhkan dari segala mara bahaya. Sesaji itu terutama ditujukan bagi Nyai Roro Kidul, sang Ratu Laut Selatan. Konon upacara Labuhan ini pertama kali dilaksanakan untuk menghindarkan wabah penyakit yang melanda penduduk desa setempat. Peristiwa wabah penyakit menular bagi masyarakat Jawa biasa disebut dengan istilah Pagebluk. Pagebluk di Desa Kedungsalam itu terjadi sekitar tahun 1913, dan tersebutlah seorang sesepuh desa bernama Mbah Atun yang mendapat mimpi untuk menggelar upacara Labuhan di pantai, demi keluar dari pagebluk itu. Pada upacara Labuhan setiap tanggal 14 Maulud itu, dilarung pula kepala kambing/sapi sebagai sesaji. Upacara ini dilaksanakan oleh pendududk desa setempat, dengan iringan kesenian Reog sepanjang jalan menuju pantai. Iringan-iringan orang mengenakan baju tradisional Jawa dan membawa sesaji itu kemudian berjalan menuju Gunung Kombang, kurang lebih 300 meter dari bibir pantai.
Setiap bulan Maulud pada penanggalan Jawa, tepatnya pada tanggal 14 Maulud, secara rutin di Pantai Ngliyep diadakan upacara tradisional Jawa, yaitu Labuhan. Labuhan adalah melarung sesaji di laut sebagai ungkapan syukur dan memanjatkan doa-doa mohon kesejahteraan agar dijauhkan dari segala mara bahaya. Sesaji itu terutama ditujukan bagi Nyai Roro Kidul, sang Ratu Laut Selatan. Konon upacara Labuhan ini pertama kali dilaksanakan untuk menghindarkan wabah penyakit yang melanda penduduk desa setempat. Peristiwa wabah penyakit menular bagi masyarakat Jawa biasa disebut dengan istilah Pagebluk. Pagebluk di Desa Kedungsalam itu terjadi sekitar tahun 1913, dan tersebutlah seorang sesepuh desa bernama Mbah Atun yang mendapat mimpi untuk menggelar upacara Labuhan di pantai, demi keluar dari pagebluk itu. Pada upacara Labuhan setiap tanggal 14 Maulud itu, dilarung pula kepala kambing/sapi sebagai sesaji. Upacara ini dilaksanakan oleh pendududk desa setempat, dengan iringan kesenian Reog sepanjang jalan menuju pantai. Iringan-iringan orang mengenakan baju tradisional Jawa dan membawa sesaji itu kemudian berjalan menuju Gunung Kombang, kurang lebih 300 meter dari bibir pantai.
Untuk mencapai pantai ini, jalur yang
termudah adalah melalui Kecamatan Kepanjen, Kecamatan Pagak, lalu ke
Kecamatan Donomulyo dan dari situ kita bisa langsung menuju ke Desa
Kedungsalam dan dilanjutkan ke Pantai Ngliyep dengan kondisi jalan yang
sudah beraspal.
Untuk anda yang suka menikmati debur
ombak pantai, Ngliyep merupakan pilihan yang tepat, namun jika anda
ingin berenang, sebaiknya tetap mematuhi peraturan dari pihak pengelola
karena ombak di pantai ini dapat membahayakan keselamatan diri anda.