Menelusuri Wisata Petualangan Goa Akbar
Goa Akbar yang letaknya berada di tengah kota Tuban, Jawa Timur, bisa jadi adalah sebuah tempat bertualang yang nyaman. Karena, memang telah disediakan fasilitas jalan berliku tapi diterangi lampu warna-warni. Tetesan air dari stlagtit dan stalagmit yang jatuh di ubun-ubun bisa sedikit menyegarkan udara.
Jauh sebelum Goa Akbar dibangun semasa Bupati H. Hindarto, goa yang kini banyak dikunjungi wisatawan domestik mau pun mancanegara, tak ubahnya sebuah lubang besar di perut bumui tempat membuang sampah.

Kemasan paket wisata yang digabung jadi satu dengan wisata ziarah Sunan Bonang tersebut, terbilang sukses. “Setelah ziarah dari makam Sunan Bonang, kami menyempatkan melihat kebesaran Goa Akbar,” tutur Sukarja, yang mengaku datang dari Ciamis, Jawa Barat.
Tak ada tantangan di dalam Goa Akbar? Tidak juga. Suasana kesingupan goa dan temaram di dalamnya sering menjadikan orang ragu-ragu untuk masuk jauh ke dalam. “Ternyata, setelah masuk mengelilingi jalan berliku di dalam goa menyenangkan juga. Dari sinilah, para petualang pemula bisa memulai kegiatan menaklukkan alam,” kata Sukarja.
Kiranya, tidaklah berlebihan apa yang diungkapakan Sukarja. Biasanya, setelah memasuki lorong-lorong Goa Akbar, kebanyakan calon petualang tersebut memilih melanjutakan petualangan sesungguhnya di Goa Kelelawar, goa Putri Asih serta banyak goa lainnya yang bertebaran di selutruh Tuban dengan tingkat kesulitan medan yang berbeada. Mulai dari yang sederahana, seperti Goa Akbar, hingga medan yang sulit dan penuh tantangan.
Misteri Goa Akbar

Meski belum ada bukti ‘hitam di atas putih’, konon Gua Akbar sudah pernah dimanfaatkan sejak zaman Mataram silam. Cerita yang beredar di tengah masyarakat, terutama yang berada di lokasi gua mengatakan, ketika hendak menyerbu pusat pemerintahan Majapahit, goa tersebut pernah dijadikan markas pasukan Mataram. “Itu dongeng mbah-mbah saya dulu. Soal kebenarannnya, saya sendiri juga belum tahu pasti,’’ tukas Karjan (75), warga Dukuh Tegalombo, Desa Semanding, Kecamatan Semanding.
Pemanfaatan Goa Akbar berlanjut ketika agama Islam berkembang mulai pesisir utara Pulau Jawa. Seperti disebutkan Sukristiono, salah seorang warga Tuban yang suka menelusuri tempat bersejarah di wilayah Tuban dan sekitarnya, Goa Akbar ketika itu menjadi sarang berandal ‘Loka Jaya’, berikut pengikutnya. Berandal tersebut termasuk salah satu berandal yang paling ditakuti dan sudah punya nama di Tanah Jawa ini.
Dikisahkan Kris, demikian lelaki ini biasa diakrabi, sewaktu Sunan Bonang hendak mengadakan pertemuan para wali di daerah Gembul (masuk wilayah Kecamatan Merakurak), beliau dihadang oleh Raden Mas Said – nama lain berandal Loka Jaya – di daerah kali Sambong. Saat itu tempat tersebut banyak ditumbuhi pohon aren.
Singkat cerita, Raden Said yang semula ingin merampok Sunan Bonang, akhirnya niatnya diurungkan begitu melihat calon korbannya mampu mengubah buah aren menjadi emas permata. Raden Said kemudian mengajak Kanjeng Sunan Bonang singgah di markasnya, yang tak lain adalah Goa Akbar.
Sayangnya, seperti halnya Karjan, Kris hanya mampu menunjuk dongengan ‘mbah’ sebagai rujukan pendapatnya. Pasalnya, dia mengaku belum menemukan bukti sejarah yang mengaitkan keberadaan Goa Akbar dengan dakwah Kanjeng Sunan Bonang. Sehingga, fakta sejarah yang sebenarnya, belumlah cukup kuat untuk membuktikannya.
Sejarah Goa Akbar sedikit jelas memasuki masa revolusi. Saat itu, sampai terjadinya agresi Belanda kedua, Goa Akbar berfungsi sebagai markas badan keamanan rakyat (BKR) yang merupakan cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI), di wilayah Tuban.
‘’Uniknya, bila malam hari Goa Akbar digunakan oleh para anggota BKR untuk menyusun strategi serangan, namun siang harinya justru dikunjungi sinyo-sinyo Belanda yang mau piknik,’ ‘ tutur Kris.
Ditambahkanya, sekitar tahun 60-an, di dinding goa masih banyak dijumpai gambar bendera serta coretan dalam Bahasa Belanda. Pendapat Imam tersebut dibenarkan oleh warga setempat.
Setelah kemerdekaan sampai tahun 70-an, Goa Akbar praktis kehilangan fungsi strategisnya. Goa sekedar menjadi tempat bermain warga sekitar. ‘’Tapi waktu itu (sebelum dibersihkan dan dibangun seperti sekarang ini), keadaan goa masih terlihat angker dan menakutkan. Kendati demikian, tempatnya cukup bersih,’’ ujar Mbah Rohman (74), warga sekitar.
Menurutnya, goa mulai rusak ketika Pasar Baru Tuban (yang letaknya di sekitar kawasan Gua Akbar) mulai dibangun, dan daerah sekitar mulai ditempati oleh pendatang liar. Sampah pun mulai menggunung dan banyak lalat berdatangan. ‘’Pedagang memanfaatkannya sebagai tempat pembuangan sampah, sementara warga mengunakannya sebagai tempat pembuangan hajat,’’ tuturnya, sembari menambahkan, untung pemkab cepat merespon dengan menjadikan Goa Akbar menjadi tempat wisata seperti yang terlihat sekarang ini.
Sebelum dijadikan salah satu obyek wisata, mulut Goa tertutup sampah, penuh semak belukar serta banyak ditumbuhi entong-entong (sejenis kaktus). ‘’Pokoknya saat itu terkenal angker,’’ tegasnya.
Kisah Rimbun Pohon Abar
Meski sekarang dikenal sebagai Goa Akbar (sebelumnya Gua Abar), namun kata Akbar itu sendiri masih menimbulkan silang pendapat. Masing-masing –pendapat didasarkan pada cerita sesuai paparan di atas. Ada yang mengatakan nama Goa Akbar didasarkan pada dua hal. Pertama, kata Akbar mengacu pada motto Kota Tuban, yaitu Tuban Akbar. Selain itu, nama Akbar berasal dari Abar, nama sebuah pohon tua yang dulu tumbuh di mulut goa.
Pohon Abar itu sekarang sudah ditebang, yang tersisa tinggal tiga buah anakan, yang tumbuh di dinding pintu masuk goa. Bentuk tumbuhan itu sekaligus mirip pohon gayam. Buah dan manfaatnya hingga kini belum diketahui.
‘’Mungkin lantaran lidah Jawa, kata Abar itu lama kelamaan berubah menjadi Akbar,’’ jelas Agus, salah seorang warga Tuban yang tahu seluk beluk goa tersebut.
Mirip dengan pendapat Agus, Rohman dan Karjan juga berpendapat bahwa kata Akbar berasal dari Abar. Bedanya, Abar yang dimaksud, oleh dua orang wakil warga setempat itu bermakna latihan perang atau gladi. ‘’Zaman dulu, goa tersebut sering dijadikan latihan perang oleh prajurit Mataram,’’ tukas Rohman.
Ditambahkan oleh Karjan, kata Abar itu kemudian berkembang menjadi Gabar, Ngabar sampai akhirnya Akbar. ‘’Itulah sebabnya daerah sini juga juga dikenal sebagai daerah Ngabar,’’ ujar bapak tiga orang anak ini.
Pendapat yang agak berbeda muncul dari Kris. Nama Akbar sebenarnya adalah nama yang relatif baru. Dia menduga, sebelum dikenal sebagai Goa Akbar, nama tempat itu adalah luwengombo. Orang jaman dulu tidak mengenal istilah goa. Yang mereka kenal adalah luweng. Artinya adalah lobang menganga dalam tanah. ‘’Karena luweng tersebut demikian lebar (Bahasa Jawa : Ombo, maka disebut luwengombo!,’’ jelasnya.
Kisah tersebut diperkuat oleh nama dusun setempat, yaitu Tegalombo, sedangkan desanya adalah Gedongombo. Tentang kata Akbar, lanjutnya, tidak dapat dipisahkan dari syiar Islam oleh Sunan Bonang.
Konon, ketika kali pertama diajak masuk oleh Raden Mas Said, Sunan Bonang merasa takjub melihat goa yang begitu besar. Sunan Bonang lalu mengucapkan takbir ‘Allahu Akbar’, sebagai ungkapan pujian kepada Sang Pencipta. ‘’Kata Akbar dari kanjeng Sunan itulah yang hingga kini masih dipertahankan,’’ tuturnya.
Lepas dari kontroversi di atas, Goa Akbar memang cukup luas. Bagian Goa yang sekarang sudah dipasarkan mencapai 11.592 meter persegi, dengan ruas jalan yang melingkar di dalamnya mencapai 800 meter. Padahal, luas tersebut sifatnya masih sementara.
Masih banyak lorong yang sekarang masih digali, sebagian lainnya masih tertutup tanah. Konon, lorong goa yang mengarah ke utara terdapat ruangan dengan luas mencapai 400 meter persegi. Belum lagi lorong yang menuju ke selatan, timur dan barat. Bila semua bagian tersebut selesai dipermak, ruangan goa yang bisa ditawarkan kepada pengunjung akan lebih besar lagi.